Pejuang Khilafah

Selasa, 30 Maret 2010

Shaum sunnah yang dianjurkan oleh Rosul SAW itu apa saja, dan keutamaan dan pahalanya

1. Puasa Daud

Bentuknya adalah puasa sehari dan berbuka
sehari. Puasa ini termasuk puasa sunnah yang paling afdhal (utama)
dibandingkan dengan puasa-puasa sunnah lainnya berdasarkan sabda nabi
SAW:

Shalat (sunnah) yang paling dicintai oleh Allah adalah
shalat (seperti) Nabi Daud as. Dan puasa (sunnah) yang paling dicintai
Allah adalah puasa (seperti) Nabi Daud as. Beliau tidur separuh malam,
lalu shalat 1/3-nya dan tidur 1/6-nya lagi. Beliau puasa sehari dan
berbuka sehari.

Dari Ibnu Umar ra berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Puasalah sehari dan berbukalah sehari. Itu adalah puasanya
nabi Daud as dan itu adalah puasa yang paling utama. Aku menjawab,"Aku
mampu lebih dari itu." Nabi SAW bersabda, "Tidak ada lagi yang lebih
utama dari itu." (HR Bukhari - Shahih Bukhori Juz 2 halaman 697 hadits
nomor 1875)

2. Puasa Asyura dan Tasu’a.

Yaitu puasa pada hari kesepuluh dan kesembilan bulan Muharram, sesuai dengan hadits Rasulullah SAW berikut ini:

Dari
Humaid bin Abdir Rahman, ia mendengar Muawiyah bin Abi Sufyan RA
berkata, "Wahai penduduk Madinah, di mana ulama kalian? Aku mendengar
Rasulullah SAW bersabda, "Ini hari Assyura, dan Alloh tidak mewajibkan
shaum kepada kalian di hari itu, sedangkan saya shaum, maka siapa yang
mau shaum hendaklah ia shaum dan siapa yang mau berbuka hendaklah ia
berbuka." (HR Bukhori 2003)

Juga ada hadits lainnya berikut ini:

Dari
Ibnu Abbas r.a, ia berkata, "Ketika Rasulullah SAW tiba di kota Madinah
dan melihat orang-orang Yahudi sedang melaksanakan shaum assyuraa,
beliau pun bertanya? Mereka menjawab, "Ini hari baik, hari di mana
Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka lalu Musa shaum pada
hari itu. Maka Rasulullah SAW menjawab, "Aku lebih berhak terhadap Musa
dari kalian, maka beliau shaum pada hari itu dan memerintahkan untuk
melaksanakan shaum tersebut.""" (HR Bukhori 2004)

Dari Ibnu Abbas
RA, ia berkata, "Pada saat Rasulullah SAW melaksanakan shaum Assyura
dan memerintah para sahabat untuk melaksanakannnya, mereka berkata,
"Wahai Rasulullah hari tersebut (assyura) adalah hari yang
diagung-agungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani." Maka Rasulullah SAW
bersabda, "Insya Allah jika sampai tahun yang akan datang aku akan
shaum pada hari kesembilannya." Ibnu Abbas berkata, "Rasulullah SAW
meninggal sebelum sampai tahun berikutnya." (HR Muslim 1134)

Rasulullah
SAW bersabda, "Shaumlah kalian pada hari assyura dan berbedalah dengan
orang Yahudi. Shaumlah kalian sehari sebelumnya atau sehari
sesudahnya." (HR Thohawy dan Baihaqy serta Ibnu Huzaimah 2095)

Adapun
keutamaan shaum tersebut sebagaimana diriwayatkan dalam hadits dari Abu
Qatadah, bahwa shaum tersebut bisa menghapus dosa-dosa kita selama
setahun yang telah lalu. (HR Muslim 2/819)

Imam Nawawy ketika
menjelaskan hadits di atas beliau berkata, "Yang dimaksud dengan
kafarah dosa adalah penghapus dosa-dosa kecil, akan tetapi jika orang
tersebut tidak memiliki dosa-dosa kecil diharapkan dengan shaum
tersebut dosa-dosa besarnya diringankan, dan jika ia pun tidak memiliki
dosa-dosa besar, Allah akan mengangkat derajat orang tersebut di
sisi-Nya."

3. Puasa Hari Arafah dan Tarwiyah

Puasa
Arafah yaitu puasa pada tanggal 9 bulan Zul-Hijjah, sedangkan puasa
tarwiyah adalah puasa pada tanggal 8 bulan Zul-Hijjah. Puasa sunnah itu
berdasarkan dalil berikut:

Puasa hari Arafah itu -ahtasibu alallah- bahwa dia itu menggugurkan dosa setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya. (HR Muslim)

Sedangkan dalil puasa 8 hari bulan Zulhijjah adalah sebagai berikut:

Empat
hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW: puasa hari
Asyura, puasa 1-8 Zulhijjah, 3 hari tiap bulan dan dua rakaat sebelum
fajar. (HR Ahmad, Abu Daud dan Nasai).

Dari Ibni Abbas ra bahwa
Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada amal yang lebih dicintai Allah dari
hari ini, (yaitu 10 hari bulan Zulhijjah)." Mereka bertanya, "Ya
Rasulullah SAW, dibandingkan dengan jihad fi sabilillah?" "Meskipun
dibandingkan dengan jihad fi sabililllah." (HR Jamaah keculai Muslim
dan Nasai Lihat Nailul Authar: 3/312).

Tidak ada hari dimana
Allah SWT membebaskan hamba-Nya dari api neraka dibandingkan hari lain
kecuali pada hari Arafah. (HR Muslim).

4. Puasa 6 Hari pada Bulan Syawwal

Ketentuan
tentang masyru’iyah puasa sebanyak 6 hari di bulan syawwal didasarkan
pada Rasulullah SAW yang shahih riwayat Imam Muslim.

Dari Abi
Ayyub Al-Anshari r.a. bahwa orang yang puasa Ramadhan lalu dilanjutkan
dengan puasa 6 hari Syawwal, maka seperti orang yang berpuasa setahun.
(HR Muslim).

Juga ada hadits lainnya yang juga menguatkan masyru’iyah puasa Syawwal, yaitu hadits Tsauban berikut ini:

Dari
Tsauban r.a., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Puasa Ramadhan pahalanya
seperti puasa 10 bulan. Dan puasa 6 hari setelahnya (Syawwal) pahalanya
sama dengan puasa 2 bulan. Dan keduanya itu genap setahun."

Sebagian
kalangan Al-Hanafiyah tidak menganggapnya sunnah dan merupakan pendapat
menyendiri dari kalangan mazhab Al-Hanafiyah. Diriwayatkan bahwa
Al-Imam Abu Hanifah menghukumi karahah puasa 6 hari Syawwal baik
berturut-turut maupun tidak berturutan. Sedangkan Abu Yusuf, salah
seorang ulama dari mazhab Al-Hanafiyah mengatakan bahwa karahahnya
hanyalah bila puasa 6 hari Syawwal itu dilakukan dengan cara
berturut-turut. Sedangkan bila dilakukan dengan tidak berturut-turut,
maka tidak makruh.

Namun para ulama Al-Hanafiyah dari kalangan
mutaakhirin tidak berpendapat sebagaimana pendapat Al-Imam Abu Hanifah.
Mereka sebagaimana pendapat dari mazhab lainnya menyatakan bahwa puasa
6 hari di bulan Syawwal itu memang hukumnya sunnah.

Sedangkan
jumhur fuqaha (mayoritas ulama fiqih) baik dari kalangan Al-Malikiyah,
Asy-Syafi’iyah mapun Al-Hanabilah semua sepakat mengatakan bahwa puasa
6 hari di bulan Sawwal itu hukumnya sunnah. Meskipun mereka berbeda
pendapat tentang cara melakukannya.

Haruskah dilakukan berturut-turut atau tidak?

a. Asy-Syafi’iyah dan sebagian Al-Hanabilah

Al-Imam
Asy-Syafi’i dan sebagian fuqaha Al-Hanabilah mengatakan bahwa afdhalnya
puasa 6 hari Syawwal itu dilakukan secara berturut-turut selepas hari
raya Iedul Fithri. Yaitu tanggal 2 hingga tanggal 7 Syawwal. Dengan
alasan agar jangan sampai timbul halangan bila ditunda-tunda.

b. Mazhab Al-Hanabilah

Tetapi
kalangan resmi mazhab Al-Hanabilah tidak membedakan apakah harus
berturut-turut atau tidak, sama sekali tidak berpengaruh dari segi
keutamaan. Dan mereka mengatakan bahwa puasa 6 hari Syawwal ini
hukumnya tidak mustahab bila yang melakukannya adalah orang yang tidak
puasa bulan Ramadhan.

c. Mazhab Al-Hanafiyah

Sedangkan
kalangan Al-Hanafiyah yang mendukung kesunnahan puasa 6 hari syawwal
mengatakan bahwa lebih utama bila dilakukan dengan tidak
berturut-turut. Mereka menyarankan agar dikerjakan 2 hari dalam satu
minggu.

d. Mazhab Al-Malikiyah

Adapun kalangan fuqaha
Al-Malikiyah justru mengatakan bahwa puasa itu menjadi makruh bila
dikerjakan bergandengan langsung dengan bulan ramadhan. Yaitu bila
langsung dikerjakan mulai pada tanggal 2 Syawwal selepas hari ‘Iedul
fithri. Bahkan mereka mengatakan bahwa puasa 6 hari itu juga
disunnahkan di luar bulan Syawwal, seperti 6 hari pada bulan Zulhijjah.

5. Puasa Ayyamul Biidh

Yaitu puasa pada tanggal 13, 14 dan 15 bulan-bulan hijriyah (qamariyah). Berdasarkan dalil berikut ini:

Dari
Abu Zar Al-Ghifari ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Wahai Aba
Zarr, bila kamu puasa tiga hari dalam sebulan, maka puasalah pada
tanggal 13, 14 dan 15."

Dari Qatadah bin Milhan bahwa Rasulullah
SAW memerintahkan kami untuk puasa pada hari-hari putih (ayyamul
biidh), yaitu tanggal 13, 14 dan 15. Puasa di hari-hari itu seperti
puasa selamanya.

6. Puasa Senin Kamis

Ketentuan tentang masyru‘iyah puasa Senin Kamis didasarkan pada hadits yang di dalamnya ada komentar Rasulullah SAW tentang munasabah-nya.
Yaitu pada hari Senin dan Kamis diserahkan amal manusia. "Sesungguhnya
amal manusia itu diperlihatkan/dilaporkan setiap hari Senin dan Kamis.
Lalu Allah mengampuni setiap muslim atau setiap mukimin, kecuali
mutahajirin. Beliau berkata, "Akhir dari keduanya." (HR Ahmad dengan
sanad shahih).

Rasulullah SAW juga ditanya tentang puasa hari
Senin. Beliau menjawab, "Itu hari kelahiranku dan diturunkan wahyu."
(HR Muslim dan Ahmad) .

7. Puasa bulan Sya’ban

Rasulullah
saw paling banyak puasa Sunnah di bulan Sya’ban, beliau mencontohkan
langsung kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Syaban,
sebagaimana yang diriwayatkan Aisyah r.a. berkata, "Saya tidak melihat
Rasulullah SAW menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan
saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali
pada bulan Sya’ban." (HR Muslim).

Bulan Sya’ban adalah bulan dimana amal shalih diangkat ke langit. Rasulullah SAW bersabda:

Dari
Usamah bin Zaid berkata: Saya bertanya, "Wahai Rasulullah saw, saya
tidak melihat engkau puasa di suatu bulan lebih banyak melebihi bulan
Sya’ban." Rasul saw bersabda, "Bulan tersebut banyak dilalaikan
manusia, antara Rajab dan Ramadhan, yaitu bulan diangkat amal-amal
kepada Rabb alam semesta, maka saya suka amal saya diangkat sedang saya
dalam kondisi puasa." (Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Huzaimah)

Namun,
ada hadits lain yang melarang puasa Sya’ban jika sudah masuk setengah
bulan menuju Ramadhan. Kecuali yang biasa puasa Senin Kamis. Jadi pada
prinsipnya dianjurkan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban tapi jangan
disamakan dengan bulan Ramadhan.

Sumber : Eramuslim.com

0 komentar: